-Perilaku Etika Dalam Bisnis
1). Contoh penerapan
moral dalam dunia bisnis:
a. Bersaing dengan sehat untuk mencapai target bisnis
b. Memperhatikan kesejahteraan karyawan ataupun golongan rendah
c. Tidak mudah tergoda dengan godaan yang cenderung akan merugikan orang lain
2). Contoh penerapan etika dalam dunia bisnis:
a. Pada saat menjelang hari raya, para anggota DPR dilarang menerima bingkisan
dalam bentuk apapun(pengendalian diri)
b. Pada saat ramadhan, pelaku bisnis mengadakan santunan kepada anak yatim
(Pengembangan tanggung jawab sosial)
c. menciptakan sebuah perencanaan yang akan digunakan dalam memajukan dunia
bisnis kedepannya(menerapkan konsep"pembangunan berkelanjutan")
d. Menaati segala peraturan yang telah ditetapkan perusahaan dan menjalankannya
dengan sebaik mungkin (konsekuen dan konsisten dengan aturan mainyang telah
disepakati bersama)
3). 4 kebutuhan dasar yang harus disepakati dr sebuah profesi:
a. kredibilitas: alasan yang masuk akal untuk bisa dipercaya.Seseorang yang
memiliki kredibilitasberarti dpt dipercayai.
b. Profesionalisme:komitmen para profesional trhdp profesinya. Komitmen tsb
ditunjukkan dgn kebanggan dirinya sbg tenaga profesioanal.
c Kualitas Jasa:kualitas jasa dapat diperoleh dgn cara membandingkan antara
pengharapan konsumen dgn penilaian mereka trhdap kinerja yang sebenarnya.
d. Kepercayaan:Suatu bentuk nyata, dimana berharganya diri sendiri. Kepercayaan
dalam bisnis sangat penting karena tanpa kepercayan bisnis sulit untuk
dijalani.
1. Lingkungan Bisnis Yang Mempengaruhi Perilaku
Etika
Tujuan dari
sebuah bisnis kecil adalah untuk tumbuh dan menghasilkan uang.Untuk melakukan itu, penting
bahwa semua karyawan di papan dan bahwa kinerja mereka dan perilaku berkontribusi
pada kesuksesan perusahaan.Perilaku karyawan, bagaimanapun, dapat dipengaruhi
oleh faktor eksternal di luar bisnis.Pemilik usaha kecil perlu menyadari
faktor-faktor dan untuk melihat perubahan perilaku karyawan yang dapat sinyal
masalah.
-Budaya Organisasi
Keseluruhan
budaya perusahaan dampak bagaimana karyawan melakukan diri dengan rekan kerja,
pelanggan dan pemasok. Lebih dari
sekedar lingkungan kerja, budaya organisasi mencakup sikap manajemen terhadap
karyawan, rencana pertumbuhan perusahaan dan otonomi / pemberdayaan yang
diberikan kepada karyawan. "Nada di
atas" sering digunakan untuk menggambarkan budaya organisasi perusahaan. Nada positif dapat membantu karyawan menjadi lebih produktif
dan bahagia. Sebuah nada
negatif dapat menyebabkan ketidakpuasan karyawan, absen dan bahkan pencurian
atau vandalisme.
-Ekonomi Lokal
Melihat
seorang karyawan dari pekerjaannya dipengaruhi oleh keadaan perekonomian
setempat. Jika pekerjaan
yang banyak dan ekonomi booming, karyawan secara keseluruhan lebih bahagia dan
perilaku mereka dan kinerja cermin itu. Di sisi lain, saat-saat yang sulit dan pengangguran yang
tinggi, karyawan dapat menjadi takut dan cemas tentang memegang pekerjaan
mereka.Kecemasan
ini mengarah pada kinerja yang lebih rendah dan penyimpangan dalam penilaian. Dalam beberapa karyawan, bagaimanapun, rasa takut
kehilangan pekerjaan dapat menjadi faktor pendorong untuk melakukan yang lebih
baik.
-Reputasi Perusahaan dalam Komunitas
Persepsi
karyawan tentang bagaimana perusahaan mereka dilihat oleh masyarakat lokal
dapat mempengaruhi perilaku. Jika seorang
karyawan menyadari bahwa perusahaannya dianggap curang atau murah, tindakannya
mungkin juga seperti itu. Ini adalah
kasus hidup sampai harapan. Namun, jika
perusahaan dipandang sebagai pilar masyarakat dengan banyak goodwill, karyawan
lebih cenderung untuk menunjukkan perilaku serupa karena pelanggan dan pemasok
berharap bahwa dari mereka.
Persaingan di Industri
Tingkat daya
saing dalam suatu industri dapat berdampak etika dari kedua manajemen dan
karyawan, terutama dalam situasi di mana kompensasi didasarkan pada pendapatan. Dalam lingkungan yang sangat kompetitif, perilaku etis
terhadap pelanggan dan pemasok dapat menyelinap ke bawah sebagai karyawan
berebut untuk membawa lebih banyak pekerjaan. Dalam industri yang stabil di mana menarik pelanggan baru
tidak masalah, karyawan tidak termotivasi untuk meletakkan etika internal
mereka menyisihkan untuk mengejar uang.
2. Kesaling – tergantungan antara bisnis dan
masyarakat
Alam telah
mengajarkan kebijaksanaan tentang betapa hubungan yang harmonis dan
kesalingtergantungan itu adalah amat penting. Bumi tempat kita berpijak, masih
setia bekerja sama dan berkolaborasi dalam tim dan secara tim dengan
planet-planet lain, namun penghuninya kebanyakan telah berjalan
sendiri-sendiri. Manusia yang konon khalifah di bumi, merasa sudah tidak
membutuhkan manusia lainnya. Bukanlah kesalingtergantungan yang dibina,
melainkan ketergantungan yang terus diusung. Kesalingtergantungan bekerja
didasarkan pada relasi kesetaraan, egalitarianisme. Manusia bekerjasama,
bergotong-royong dengan sesamanya memegang prinsip kesetaraan. Tidak akan
tercipta sebuah gotong-royong jika manusia terlalu percaya kepada keunggulan
diri dibanding yang lain, entah itu keunggulan ras, agama, suku, ekonomi dsb.
Wajah Indonesia
yang carut marut dewasa ini adalah karena terlalu membuncahnya subordinasi
relasi manusia atas manusia lain. Negara telah dikuasai oleh jenis manusia yang
memiliki mentalitas pedagang. Pucuk kekuasaan telah disulap menjadi lahan
bisnis, dimana dalam dunia bisnis maka yang dikenal adalah tuan dan budak,
majikan dan buruh. Dalam hal ini, yang tercipta adalah iklim ketergantungan,
bukan kesalingtergantungan.
Di negara lain,
kelas proletar yang dahulu diperjuangkan, toh setelah meraih kekuasaan, pada
gilirannya ia menjelma menjadi kelas yang istimewa, yang rigid terhadap kritik.
Hukum diselewengkan, dan bui menjadi jawaban praktis bagi para oposan. Proletar
melakukan kesalahan yang sama dengan borjuis yang dilawannya habis-habisan.
Jika borjuis menggunakan sentimen agama untuk mengelabui rakyat jelata, maka
proletar menganggap agama sebagai candu rakyat. Yang satu mengatasnamakan
agama, yang lainnya mengatasnamakan rakyat miskin. Namun keduanya memiliki
tujuan yang sama: kekuasaan. Kekuasaan negara, dan juga agama telah menjadi
petualangan bisnis, dimana siapa saja yang berkuasa maka kekayaan hendak
menumpuk dalam istananya dengan benteng menjulang, sementara secuil saja
kekayaan yang dinikmati mereka yang bekerja keras.
Di abad yang
lalu, orang-orang Eropa yang berasal dari Belanda, Inggris, Spanyol dan
Portugis mengunjungi Asia termasuk negeri ini muasalnya bertujuan untuk
berdagang dengan penduduk setempat. Mereka melakukan kerjasama bisnis dengan
penduduk lokal dan beberapa elit penguasa. Pada mulanya mereka menikmati peran
sebagai partnerbisnis, lambat laun peran ini dianggap tidak lagi menarik.
Mereka pun berubah menjadi majikan, dan kelak menjajah dan memperbudak bangsa
ini hingga ratusan tahun untuk mempertahankan posisi itu dan menciptakan
ketergantungan penduduk lokal kepada mereka. Rupanya peran yang belakangan
lebih menarik dan lebih menantang
Perbudakan
adalah sesuatu yang tidak alami, menyalahi takdir sebagai manusia. Setiap
manusia berhak atas kebebasan. Namun pola perbudakan semacam itu kiranya tidak
lekang oleh zaman,. meski bentuknya diubah sedikit supaya lebih beradab.
Perbudakan dewasa ini lebih modern, kendati tetap ditempuh dengan cara-cara
yang zalim.
Apalagi di
Indonesia yang masyarakatnya kebanyakan beragama bukan karena kesadaran
melainkan telah ditentukan orangtua sejak lahir, maka agama lagi-lagi merupakan
alat yang nyaris selalu laris untuk memuluskan tujuan-tujuan tersebut. Lembaga
keagamaan dan negara berkonspirasi untuk memperbudak jiwa manusia.
Di negeri ini,
berapa banyak fatwa mufti negara, undang-undang dan peraturan daerah bernuansa
agama yang tidak masuk akal yang menghendaki rakyat senantiasa bergantung
kepada mereka? Keadaan demikian menciptakan kericuhan di dalam masyarakat
akibat hiperregulasi, karena tingkat kepatuhan masyarakat menurun. Keamanan
menjadi barang yang mahal. Kepergian para investor karena merasa tidak aman
memperparah perekonomian Indonesia.
Dalam keadaan
collapse akhirnya kita memiliki ketergantungan yang tinggi kepada negara luar.
Kucuran dana negara asing kepada kita bukanlah sesuatu yang gratis. No free
lunch. Dana punia dan pinjaman mereka seraya mendesakkan kepentingan dan agenda
mereka, tidak bisa dipungkiri. Barangkali Paman Sam dengan kapitalismenya, maka
Arab Saudi yang setia dengan garis iman Wahhabi tentunya akan mendesakkan
agenda mereka kepada Indonesia.
Pemikiran-pemikiran sekuler Barat yang telah merasuki dunia Islam misalnya,
dengan ideologi kapitalisme yang mengurung sendi-sendi perekonomian umat Islam
telah menjadikan dunia Islam menjadi terpuruk dengan ketergantungan yang tinggi
terhadap Barat. Sebagai jalan keluar, sebagian orang sering mengalami eskapisme
untuk memasuki dunia “pasti” yang menentramkan hati. Jalan yang diambil adalah
dengan penyerahan diri kepada sebuah “otoritas transedental” (baca: otoritas
mufti negara) yang menjanjikan kesenangan eskatologis. Sebagian yang lain
meresponnya dengan melakukan tindakan-tindakan anarkis dan vigilantisme.
Seperti pernah dituturkan Amrozi dalam Koran Tempo tahun 2003, peledakan bom
Bali adalah untuk menjaga kehidupan beragama
Pola relasi
negara kita dengan negara luar layak dibenahi. Bangsa kita harus memiliki
keberanian yang cukup untuk bisa pula mendesakkan cita-cita negara kita sesuai
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 kepada mereka. Bangsa kita harus
memiliki nyali yang cukup untuk menolak agenda mereka yang bisa merusak
kemerdekaan yang telah susah payah diraih. Hubungan luar negeri kita harus
berubah dari ketergantungan, menjadi kesalingtergantungan, sebagai
bangsa-bangsa yang sejajar dan sederajat. Kemerdekaan dan kebebasan saja belum
cukup, namun saat ini penting kemerdekaan untuk hidup merdeka, kebebasan untuk
hidup bebas. Setiap orang warga negara ini, bahkan warga seluruh dunia memiliki
kebutuhan individu. Kebutuhan akan makan, tempat tinggal yang nyaman, pekerjaan
dsb sejatinya bukanlah kebutuhan individu atau segelintir orang saja, melainkan
seluruh orang yang hidup di dunia ini membutuhkannya. Setiap orang tidak akan mampu
mencukup kebutuhannya sendiri tanpa semangat gotong-royong,
kesalingtergantungan, kerjasama, kolaborasi dengan orang lain.
3. Kepedulian Pelaku Bisnis Terhadap Etika
Dalam
menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara
lain adalah :
- Pengendalian diri
- Pengembangan tanggung jawab sosial (social
responsibility)
- Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk
teromabng-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
- Menciptakan persaingan yang sehat
- Menerapkan konsep ”Pembangunan Berkelanjutan”
- Menghindari sifat 5K (Katabalace, Kongkalikong,
Koneksi, Kolusi, dan Komisi)
- Mampu menyatakan yang benar itu benar
- Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan
pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah
- Konsekuensi dan konsistensi dengan aturan main
yang telah disepakati bersama
- Menumbuhkankembangkan kesadaran dan rasa memiliki
terhadap apa yang telah disepakati
4. Perkembangan Dalam
Etika Bisnis
Diakui bahwa
sepanjang sejarah kegiatan perdagangan atau bisnis tidak pernah lluput dari
sorotan etika. Perhatian etika untuk bisnis dapat dikatakan seumur dengan
bisnis itu sendiri. Perbuatan menipu dalam bisnis , mengurangi timbangan atau
takaran, berbohong merupakan contoh-contoh kongkrit adanya hubungan antara etika
dan bisnis. Namun denikian bila menyimak etika bisnis sperti dikaji dan
dipraktekan sekarang, tidak bisa disangkal bahwa terdapat fenomena baru dimana
etika bisnis mendapat perhatian yang besar dan intensif.
Etika bisnis mencapai status ilmiah dan akademis dengan identitas sendiri,
pertama kali timbul di amrika srikat pada tahun 1970-an. Untuk memahaminya,
menurut Richard De George, pertama-tama perlu membedakan antara ethics in
business dan business ethics.
Di amerika
serikat dan dunia barat pada umumnya ditandai oleh pemberontakan terhadap kuasa
dan otoritas penolakan terhadap establishment yang diperkuat oleh situasi
demoralisasi baik dalam bidang polotik, sosial, lingkungan dan ekonomi. Pada
saat ini juga timbul anti konsumerisme. Dengan situasi dan kondisi seperti ini,
dunia pendidikan memberikan respon dengan cara yang berbeda-beda, salah satunya
adalah memberikan perhatian khusus kepada sosial issue dalam kuliah manajemen.
Masa lahirnya etika bisnis terdapat dua faktor yang mendorong kelahiran etika
bisnis pada tahun 1970-an. Pertama sejumlah filosof mulai terlibat dalam
memikirkan masalah-masalah sekitar bisnis dan etika bisnis sebagai suatu
tanggapan atas krisis moral yang sedang melputi dunia bisnis di Amerika
Serikat. Kedua terjadinya krisis moral yang dialami oleh dunia bisnis. Pada
saat ini mereka bekerja sama khususnya dengan ahli ekonomi dan manejemen dalam
meneruskan tendensi etika terapan. Masa eika bisnis melus ke Eropa, etika
bisnis mulai merambah dan berkembang setelah sepuluh tahun kemudian. Hal ini
pertama-tama ditandai dengan semakin banyaknya perguruan tinggi di Eropa Barat
yang mencantumkan mata kuliah etika bisnis. Pada taun1987 didirkan pula
European Ethics Nwork (EBEN) yang bertujuan menjadi forum pertemuan antara
akademisi dari universitas, sekolah bisnis, para pengusaha dan wakil-wakil dari
organisasi nasional da nternasional. Masa etika bisnis menjadi fenomena global
pada tahun 1990-an, etika bisnis telah menjadi fenomena global dan telah
bersifat nasional, internasional dan global seperti bisnis itu sendiri. Etika
bisnis telah hadir di Amerika Latin , ASIA, Eropa Timur dan kawasan dunia
lainnya. Di Jepang yang aktif melakukan kajian etika bisnis adalah institute of
moralogy pada universitas Reitaku di Kashiwa-Shi. Di india etika bisnis
dipraktekan oleh manajemen center of human values yang didirikan oleh dewan
direksi dari indian institute of manajemen di Kalkutta tahun 1992. Di indonesia
sendiri pada beberape perguruan tinggi terutama pada program pascasarjana telah
diajarkan mata kuliah etika isnis. Selain itu bermunculan pula
organisasi-organisasi yang melakukan pengkajian khusus tentang etika bisnis
misalnya lembaga studi dan pengembangan etika usaha indonesia (LSPEU Indonesia)
di jakarta.
5.
Etika Bisnis Dalam Akuntansi
Profesi akuntan
publik bisa dikatakan sebagai salah satu profesi kunci di era globalisasi untuk
mewujudkan era transparansi bisnis yang fair, oleh karena itu kesiapan yang
menyangkut profesionalisme mensyaratkan tiga hal utama yang harus dipunyai oleh
setiap anggota profesi yaitu: keahlian, berpengetahuan dan berkarakter. Karakter
menunjukkan personality seorang profesional yang diantaranya diwujudkan dalam
sikap dan tindakan etisnya. Sikap dan tindakan etis akuntan publik akan sangat
menentukan posisinya di masyarakat pemakai jasa profesionalnya. Profesi juga
dapat dirumuskan sebagai pekerjaan yang dilakukan untuk mendapatkan nafkah
hidup dengan mengandalkan keahlian dan keterampilan yang tinggi serta dengan
melibatkan komitmen pribadi (moral) yang mendalam.Untuk menegakkan akuntansi
sebagai sebuah profesi yang etis, dibutuhkan etika profesi dalam mengatur
kegiatan profesinya. Etika profesi itu sendiri, dalam kerangka etika merupakan
bagian dari etika sosial. Karena etika profesi menyangkut etika sosial, berarti
profesi (dalam hal ini profesi akuntansi) dalam kegiatannya pasti berhubungan
dengan orang/pihak lain (publik). Dalam menjaga hubungan baik dengan pihak lain
tersebut akuntan haruslah dapat menjaga kepercayaan publik.
Dalam
kenyataannya, banyak akuntan yang tidak memahami kode etik profesinya sehingga
dalam prakteknya mereka banyak melanggar kode etik. Hal ini menyebabkan
menurunnya tingkat kepercayaan publik terhadap profesi akuntansi. Kondisi ini
diperburuk dengan adanya perilaku beberapa akuntan yang sengaja melanggar kode
etik profesinya demi memenuhi kepentingan mereka sendiri.
Dalam
menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik
profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan
Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan
pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi
dan juga dengan masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat
atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya,
tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian
pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi.